Senandung Digital di Madrasah Pagi Itu

Pagi itu, Rabu, 14 Mei 2025, mentari merambat naik perlahan-lahan di balik awan tipis yang menggantung di atas MTsN 1 Bandar Lampung. Udara masih menyisakan kesejukan malam, terasa segar menyentuh kulit, mengantar aroma dedaunan basah dan embun yang menempel di pagar sekolah.

Pak Hartawan membuka grup WhatsApp guru-guru dengan jemari yang cekatan. Ia mengetik dengan sopan, *"Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, Bapak Ibu, mohon berkenan menyampaikan kepada Bapak Ibu Guru dan masyarakat umum..."* Sebuah undangan webinar bertajuk *Digitalisasi Sekolah* akan digelar siang itu. E-learning berbasis ekonomi syariah dan pengenalan bank digital akan menjadi menu utama diskusi.

Suara notifikasi bertalu-talu mengiringi percakapan. “Saya sudah, Pak Nasrul,” tulis Bu Tunah, diikuti sapaan dari Bu Rafiqa dan Bu Anita. Layar ponsel Pak Hartawan ramai oleh jempol virtual dan sapaan “Alhamdulillah.” Sebuah harmoni digital di balik layar, hangat namun tak terdengar secara nyata.

Sementara itu di ruang guru, dentingan sendok menyentuh gelas teh yang baru diseduh mengisi jeda antar kegiatan. Bau teh melati merebak, menenangkan di antara tumpukan tugas, nilai akhir semester, dan persiapan Haflah Hifdzil Qur'an. Di dinding, poster undangan tertempel rapi—biru langit berlatar gambar siswa memegang mushaf Al-Qur'an. Acara akan digelar Selasa pekan depan. Aula akan disulap jadi panggung kehormatan bagi para penghafal Al-Qur’an.

Bagi Bu Susi, hari itu tak hanya soal webinar. Ia mengingatkan: *“Bapak/Ibu guru kelas 9, ditunggu input nilai semester genap ya.”* Nada pesannya tegas, meski tulisannya lembut. Guru-guru menjawab bergantian, seperti sebuah koor tanpa musik, tapi penuh tanggung jawab.

Di luar ruangan, semilir angin sore membawa harum bunga kamboja dari taman depan. Suasana terasa damai, meski di layar ponsel, lalu lintas informasi terus mengalir—dari soal beasiswa S2 Kemenag, pindahan kelas, hingga pengumuman parkir mobil saat PPDB esok.

Hari berakhir perlahan. Cahaya matahari memudar, menyisakan siluet gedung madrasah yang mulai tenang. Di dalam hati para guru, ada rasa lelah, namun lebih banyak rasa syukur. Setiap pesan yang diketik, setiap tautan yang dibagikan, adalah bagian dari perjuangan kecil demi masa depan pendidikan yang lebih baik.

Dan malam itu, saat suara jangkrik mulai bersenandung, layar gawai mulai redup satu per satu. Tapi jejak-jejak kerja, kolaborasi, dan semangat tetap berpendar dalam kenangan, seperti cahaya bintang yang tak pernah padam.

--

Komentar